LAPORAN
PENDAHULUAN
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA KLIEN POST
PARTUM DENGAN KOMPLIKASI
Di
susun Oleh:
1. Adit Desiyanti (2011.03.001)
2. Alit Bayu Aji (2011.03.002)
3. Anis Sa’adah (2011.03.003)
4. Asmaul Khusna (2011.03.005)
5. Avita Rahmandhani (2011.03.006)
6. Dhaniel Sevana (2011.03.008)
7. Debi Alkharisi (2011.03.009)
8. Denila Sulis Viana (2011.03.010)
9. Depi Ratnasari (2011.03.011)
10. Desi Dwi Lestari (2011.03.012)
11. Galuh Santoso (2010.03.043)
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
PRODI D-3 KEPERAWATAN
2012/2013
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah kami persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
’’LAPORAN
PENDAHULUAN dan KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN dengan GANGGUAN PERSALINAN dengan KOMPLIKASI” dengan lancar.
Rasa terimakasih kami ucapkan kepada :
1. Ibu
Widyasih S.Kep,Ns selaku dosen pembimbing.
2. Teman-teman
prodi D-III keperawatan
Kami menyusun
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah askep maternitas. Dan kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.
Maka dari itu, kami mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
sempurnanya makalah ini.
Akhirnya, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para generasi muda pada umumnya dan untuk perawat
program pendidikan khususnya.
Pare,21
Maret 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi
biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya.
Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati
yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus
yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional
yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan
proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan
yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan
itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari
reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus
mengenai berbagai macam komplikasi post partum. Beberapa penyesuaian dibutuhkan
oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada
minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik
maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik,
tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh
para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues, atau karena kurangnya
penanganan ibu post partum sangat rentan mengalami infeksi dan perdarahan.
B.
RUMUSAN MASAALAH
1.
Apa definisi dari persalinan dengan komplikasi ?
2.
Bagaimana etiologi persalinan dengan komplikasi ?
3.
Bagaimana manifestasi klinis persalinan dengan
komplikasi ?
4.
Bagaimana patofisiologi persalinan dengan komplikasi ?
5.
Bagaimana pemeriksaan penunjang persalinan dengan
komplikasi ?
6.
Bagaimana penatalaksanaan persalinan dengan komplikasi ?
7.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan persalinan dengan komplikasi ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui definisi persalinan dengan komplikasi
2.
Untuk mengetahui etiologi persalinan dengan komplikasi
3.
Untuk mengetahui manifestasi persalinan dengan
komplikasi
4.
Untuk mengetahui patofisiologi persalinan dengan
komplikasi
5.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang persalinan
dengan komplikasi
6.
Untuk mengetahui penatalaksanaan persalinan dengan komplikasi
7.
Untuk mengetahui konsep asuhan persalinan dengan
komplikasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : PERDARAHAN
1. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk
perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta
lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post Partum
(HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah
lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih
dari 500 ml selama atau setelah kelahiran(Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:
1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah
bayi lahir
2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam
pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan
dalam menolong persalinan dengan. komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang
hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh
persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1) Atoni uteri (50-60%).
2) Retensio plasenta (16-17%).
3) Sisa plasenta (23-24%).
4) Laserasi jalan lahir
(4-5%).
5) Kelainan darah (0,5-0,8%).
2. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum
adalah:
1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan
perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4) Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina,
serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya
afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam
kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok
septik.
6) Hematoma
7) Inversi Uterus
8) Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan
pasca persalinan. Yaitu;
Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1) Riwayat perdarahan pada
persalinan yang terdahulu.
2) Grande multipara (lebih
dari empat anak).
3) Jarak kehamilan yang dekat
(kurang dari dua tahun).
4) Bekas operasi Caesar.
5) Pernah abortus (keguguran)
sebelumnya.
6) Hasil pemeriksaan waktu
bersalin, misalnya:
- Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai
contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
-
Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
-
Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
-
Uterus yang lembek akibat narkosa.
-
Inversi uteri primer dan sekunder.
3. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi
adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah,
pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a)
Atonia Uteri:
Gejala
yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera
setelah anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b)
Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan
segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta
baik.Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c)
Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta
belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik gejala
yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d)
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta
atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi
tinggi fundus tidak berkurang.
e)
Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak
teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum
lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang
kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.
4.
Patofisiologi
Dalam
persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi
uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir
seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada
ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab
dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.
Perbedaan
perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
o
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1)
Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2)
Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3)
Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah tersebut menjadi kuat.
o
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1)
Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2)
Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini
terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3)
Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
Perdarahan
Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi
karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena
perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan
sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena
proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil
seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering
(multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila
ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah
sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu
pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama
tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan
gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan.
Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat
membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah
mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit.
Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim
jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah
janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan
mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri
dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila
tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi
bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu
dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada
perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang
mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi
terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar,
Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada
gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma
uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu
malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan
dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio
plasenta :
1.
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
o
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
dalam.
o
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
endometrium sampai ke miometrium.
o
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
serosa.
o
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
dinding rahim.
2.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila
plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena
itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan
Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus
untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari
penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi
tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri
letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran
lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke
bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk
rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk
rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi
kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan.
Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada
infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau
perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Perdarahan
Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana
fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat
melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya
waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan
uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1)
Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2)
Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3)
Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian
sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1)
Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2)
Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan
terjadinya inversio uteri :
1)
Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2)
Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka
kejadian 1 : 20.000 persalinan. Gejala klinis inversio uteri :
1)
Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan
sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2)
Pemeriksaan dalam :
·
Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
·
Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
tumor lunak.
·
Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan
Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi
yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada
mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan
es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat
diserap kembali secara alami.
Perdarahan
Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan
penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
o
Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan
robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum
pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan
dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan servik uteri
o
Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
o
Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus
genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama
yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
5.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2)
Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil:
10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat
tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3)
Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4)
Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5)
Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang
pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
6.
Penatalaksanaan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
o
Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian
bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap
kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan
atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan
yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
o
Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri.
Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
o
Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai
selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah
dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta
yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi
uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
o
Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang
beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam
duduk setelah 12 jam.
o
Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran
jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah
untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum
dilakukan diruang persalinan.
o
Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal,
terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan
mengurut uterus secara efektif
o
Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV,
dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
o
Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter
foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
o
Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit
bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
- Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
o
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu
harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah
terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan
urutan sebagai berikut:
o
Pasang infus.
o
Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
o
Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
o
Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
o
Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
o
Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
o
Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau
kompresi aorta.
- Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
o
Pemberian uterotonika intravena.
o
Kosongkan kandung kemih.
o
Menekan uterus-perasat Crede.
o
Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta. Tentu saja, urutan
di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila
tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan
terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai
pertolongan pertama.
o
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir. Perdarahan
pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa
terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu
penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya,
jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
o
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon
pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang
infus dan pemberian uterotonika intravena.
7. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post
meliputi :
o
Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama,
umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
o
Riwayat kesehatan :
1)
Riwayat kesehatan dahulu
2)
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia,
riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah,
tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
3)
Riwayat kesehatan sekarang
4)
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak
(>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
5)
Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah
atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit
keturunan hemopilia dan penyakit menular.
·
Riwayat obstetrik
1)
Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya ,
keluhan waktu haid, HPHT
2)
Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai
hamil
3)
Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
o
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus,
retensi plasenta
o
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong,
tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati,
berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
o
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup
atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
4)
Riwayat Kehamilan sekarang
o
Hamil muda, keluhan selama hamil muda
o
Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan,
suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual,
keluhan lain
o
Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali,
perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
Pola aktifitas sehari-hari
o
Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum
dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus
bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak
cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
o
Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya
perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan
miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
o
Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran
dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
o
Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi,
keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau
duk.
A. Pemeriksaan Fisik
1)
Pemeriksaan tanda-tanda vital
2)
Suhu badan
3)
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari
suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
4)
Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
5)
Tekanan darah
6)
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
7)
Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
8)
Pemeriksaan Khusus
9)
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi
dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
o
Nyeri/ketidaknyamanan
o
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan) Ketidaknyamanan
vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
a.
Sistem vaskuler
v
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya
v
Tensi diawasi tiap 8 jam
v
Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
v
Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
v
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi
kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
b.
Sistem Reproduksi
v
Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian
tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta
konsistensinya
v
Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan
bau
v
Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka
jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
v
Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
v
Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
v
Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan (sub involusi)
v
Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari
pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
v
Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
v
Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
B.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1)
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan
2)
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3)
Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status
kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4)
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis
cairan tubuh, penurunan Hb
5)
Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal
sumber informasi
C.
Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum
1)
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik
Tujuan :
- Volume cairan adekuat
Hasil yang
diharapkan:
TTV stabil
Pengisian kapiler cepat
Haluaran urine adekuat
Mandiri:
1)
Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor
penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta,
sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.
R / Mengetahui hambatan dalam
persalinan
2)
Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung
pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
R / Mengetahui jumlah output
3)
Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan
masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua
tepat diatas simfisis pubis
R / Mengetahui kontraksi pada
uterus
4)
Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau
sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
R / Mencegah terjadinya
kematian
5)
Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi
arteri pulmonal, bila ada
R / Mengkaji status cairan dan
elektrolit
6)
Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
R / Mengetahui intake dan
output
7)
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
R / Mempercepat kesembuhan klien
2)
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
DO:
-
Penurunan pulsasi arteri,
-
Ekstremitas dingin
-
Perubahan tanda-tanda vital
-
Pelambatan pengisian kapiler
-
Penurunan produksi ASI
DS:
-
Ibu mengatakan Asi sedikit
-
Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi perfusi
jaringan
Kriteria hasil :
Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang
normal
Ekstremitas hangat
B. ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : INFEKSI
1. Definisi
Infeksi
adalah berhubungan dengan berkembang - biaknya mikroorganisme dalam tubuh
manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar,
1998).
Infeksi
pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan (Bobak, 2004).
Infeksi
ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum
maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman
dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan
sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses
persalinan.
Infeksi
bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina
(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina
(eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan
penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri
telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan sevik)
setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa
fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan
sekurang-kurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan
clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, &
McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam
jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari
luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari
jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman
yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1)
Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari
penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2)
Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya
sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam
tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan
infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3)
Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih
dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan
endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius
4)
Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang
ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
3. Cara
Terjadinya Infeksi Pasca Partum
Infeksi
dapat terjadi sebagai berikut :
1)
Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2)
Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu,
hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker
dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3)
Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa
oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan
yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4)
Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
4. Faktor
predisposisi
Beberapa faktor dalam kehamilan atau
persalinan yang dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain :
1)
Anemia
2)
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal
ini juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih
kurang untuk menghambat masuknya bakteri.
3)
Ketuban pecah dini
4)
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan
masuknya kuman keorgan genital.
5)
Trauma
6)
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen,
seperti operasi.
7)
Kontaminasi bakteri
8)
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga
rahim. Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat
dilakukan tindakan persalinan dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri.
Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin sterilisasinya.
9)
Kehilangan darah
10)
Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan
dengan pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan
factor yang dapat menjadi jalannya masuk kuman.
5.
Manifestasi klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam
setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak) karena eksudasi. Ujung
syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri
(dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum
antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung
(Sjamsuhidajat, R. 1997).
6.
Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat
itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi
sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang
disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses
pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa
diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan
dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh
yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat).
(Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
7. Jenis-Jenis Infeksi Post Partum
1) Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada
endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai
kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda
asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang
berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan
perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang
tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi
peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran
caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang
terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam
rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau
vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda
bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut
bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas
menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya
terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk,
pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil.
Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang
meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera
dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam
bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan
keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti
meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat
terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga
terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada
saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada
persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi
keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh
darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra
dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar,
serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas,
penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai
hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari
suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal
kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya
berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan
tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya
dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin
agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis
bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang
miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya
berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah,
lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada
abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri
akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan
lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan
dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang
dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang
dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari
bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara
umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat
berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin
5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi
hasil konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari
jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan
gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala
rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
Endometritis dengan 3 cara yaitu :
· Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
· Lymphogen
· Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
d. Dari robekan serviks
e. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
2) Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang
disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok
bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes
mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko
tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama periode
pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh
bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis.
Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin
dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi
berat dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan
bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian bakteremia, biasanya konsisten
dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan
hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia
jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada
antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk menghilangkan hipoksia
jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung,
usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang
cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas
dan mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan,
hipotensi dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3) Peritonitis
ritonitis nifas bisa
terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama
dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan
bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum
dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas
pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada
peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap
baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia
posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat
patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat
dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita,
yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin;
terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.
4) Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10%
wanita hamil, kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya
mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil.
Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral,
dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya
dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia,
juga memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai
15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira
30% pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih
sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di
awal kehamilan, lebih disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari
urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi,
pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai
peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.
5) Septicemia dan piemia
Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus,
langsung masuk ke peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya
septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada
piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus
pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat
thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali
dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah
ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.
Keadaan ini dinamakan piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun
gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari
permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu
meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar
antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160
kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari
postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah
merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala
infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman
dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada
piemia ialah berulang-ulang suhu
meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti
oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari
tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru,
pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di beberapa
tempat lain.
8.
Komplikasi
1) Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
2) Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena
panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner.
3) Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang
dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal
yang berat dan bahkan kematian.
9.
Pencegahan dan
Penanganan
1) Mengurangi atau
mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta
mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2) Pemeriksaan
dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3) Koitus
pada hamil tua hendaknya dihindari atau
dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya
ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.
4) Menyelesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5) 5) Perlukaan-perlukaan
jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominam dibersihkan, dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6) Mencegah
terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan tranfusi darah.
7) Semua petugas
dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita
infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.
8) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9) Hindari
pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik,
apalagi bila ketuban telah pecah.
10.
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
1) Data demografi : nama, umur,
pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2) Keluhan utama : adanya nyeri
perubahan fungsi seksual, luka.
3) Riwayat penyakit dahulu : apakah
klien dan keluarga pernah menderita penyakit yang sama.
4) Riwayat penyakit sekarang : klien
mengalami infeksi alat kelamin
5) Riwayat seksual, termasuk riwayat
PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini, frekuensi aktifitas
seksual secara umum.
6) Gaya hidup, penggunaan obat
intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena; merokok, alcohol, gizi
buruk, tingkat stress yang tinggi.
7) Pemeriksaan fisik bagian luar,
Inspeksi :
·
Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
·
Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
·
Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus,
keluaran, dan nodul.
·
Pemeriksaan bagian dalam,
Inspeksi :
·
Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
Palpasi :
·
Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
·
Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri
tekan
·
Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
·
Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.
B. Diagnosa keperawatan :
1) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
2) Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan tingkat
metabolisme
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
C. Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
Tujuan : Setelah dillukakan tindakan selama 1x 24 jam di harapkan klien :
Nyeri berkurang Klien mengtakan :
- Menunjukkan ekspresi wajah rilek
- Merasa nyaman
a. Kaji skala/intensitas nyeri
R/
Mengkaji skala nyeri
b. Anjurkan klien untuk menggunakan
teknik relaksasi, distraksi, relaksasi, kompres, Berikan instruksi bila perlu.
R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang
memperberat nyeri.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Pertahankan posisi semifowler sesuai
indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan nyeri
R/ Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan
nyeri karena gerakan
2) Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh
klien dalam batas normal Klien tamapak :
- Tidak mengalami komplikasi
- Suhu tubuh normal 36-37oC
a. Kaji TTV Suhu,TD,RR.nadi
R/
Mengetahui keadaan umum klien
b. Pantau suhu klien (derajat dan
pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
R/ Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir
lebih dari 24jam menunjukkan pneumonia pneumokokal.
c. Pantau suhu lingkungan, batasi/
tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
R/ Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
d. Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik (aspirin, asetaminofen)
R/ Untuk mempermudah dalam pembirian tindakan
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Tujuan : setelah dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks
Klien tampak:
o
Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk menghadapi masalah
o
Kecamasan klin berkurang
o
Klien tidak tampak sedih
o
Klien tampak rileks
a. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan
nonverbal klien. Dorong ekspresi bebas akan emosi.
R/ Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit,
penting pada prosedur diagnostic dan kemungkinan pembedahan
b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan
antisipasi tindakan
R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
C. ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : PENYAKIT BLUES
1. Definisi
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama.
Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran
mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk
fever ‘ karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa
ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in,
cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini
dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu
sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai
sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak
menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang
mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi
keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai
dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan
perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus
bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel,
pencemas, pemurung dan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau
trimester keempat kehamilan.
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu
mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana
hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau
pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan,
terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen
dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional
Ibu.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum
blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga
berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1) Faktor hormonal yang berhubungan
dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol.
Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan
emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian
depresi.
2) Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3) Pengalaman dalam proses kehamilan
dan persalinan.
4) Latar belakang psikososial ibu,
seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).
Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman
memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau
berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa
kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu,
tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami,
problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5) Takut kehilangan bayinya atau kecewa
dengan bayinya.
6) Namun ada beberapa pendapat yang
menyebutkan bahwa Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan
hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak
dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga
mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin
mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan
emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
7) Ada juga yang berpendapat bahwa
kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam
dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)
menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa
teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan
dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan
caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya. Perubahan
hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari
perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3
atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya
sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau
makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung
(iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah,
khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi
dan sangat sulit membuat keputusan, meras` tidak mempunyai ikatan batin dengan
si kecil yang baru saja Anda lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala
itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam
waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung
beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
4. Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi
yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang
wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai
faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai
studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang
cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan
karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
5. Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
1) Anjurkan ibu untuk merawat dirinya,
yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
2) Menu makanan yang seimbang
3) Olah raga secara teratur
4) Mintalah bantuan pada keluarga atau
suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5) Rencanakan acara keluar bersama bayi
berdua dengan suami
6) Rekreasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat
mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter
menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan
depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan
hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa
(fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai
jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah
merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini
dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh
Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang
teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari
pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan,
kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada
post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana
setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor
dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca
salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring
lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi
positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah
teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia,
Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin
dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.
7. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin
seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang
‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada
suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang
sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber
lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk
beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti
mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi
yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya
tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para
ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya.
Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka
mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari,
atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka
tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan
pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang
berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk
mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin
dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut,
bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan
yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat
diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat
tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara
belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi
tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu,
tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu
baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan
pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional,
bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan
harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar
dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional,
intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal
yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus
merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan
individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik.
Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional
akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum
blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi
menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
1) Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama,
umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain
2) Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu
kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali
perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama
hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang
kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda
dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar),
orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah
pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
3) Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai
konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru
tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan
adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan
penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan
kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan
untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa
hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
4) Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas
yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon
orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku
maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat
ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami
kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik.
Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan
perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini,
terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi
baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
5) Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari
penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang
baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur,
dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika
mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang
diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan
bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian
menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat
merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang
tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan
kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan
dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat
anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,
dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan
cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar,
lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan
kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak
yang sehat dan gembira.
6) Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam
pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi
keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat
dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain,
dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan
pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota
keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 )
Adalah :
1) Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
2) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3) Integritas Ego
4) Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum
blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah kelahiran).
5) Eliminasi
6) Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
7) Makanan/cairan
8) Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari
– hari ke-3.
9) Nyeri/ketidaknyamanan
10) Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai
ke-5 pascapartum.
11) Seksualitas
12) Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun
kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2-
3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi
(misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ;
menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu
matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui
dimulai.
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues diantaranya Adalah :
1) Nyeri akut/ketidaknyamanan
berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi,
efek-efek hormonal.
2) Menyusui berhubungan dengan tingkat
pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
3) Risiko tinggi terhadap perubahan
peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan
emosional
4) Resiko tinggi ketidakefektifan
koping individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu
5) Gangguan pola tidur berhubungan
dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
6) Kurang pengetahuan mengenai
perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
7) Potensial terhadap pertumbuhan
koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
10. Rencana Keperawatan
1) Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma
mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
o
Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi
yang tepat.
o
Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
o
Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah
kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan
mengurangi edema dan vasodilatasi.
o
Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi
dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
o
Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan
episiotomy.
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan
tekanan langsung pada perineum.
o
Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui.
Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain
paling hebat karena pelepasan oksitosin.
2) Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,
pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan
teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama
lain.
Intervensi Keperawatan :
o
Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
o
Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan /
keluarga.
Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk
pengalaman menyusui dengan berhasil.
o
Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan
menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan
faktor–faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan
luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
o
Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa
memperhatikan lamanya menyusu.
o
Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ;
misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ).
Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien
dan nutrisional.
3) Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang
tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua,
mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai
melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi
sumber-sumber.
Intervensi Keperawatan :
o
Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber
pendukung dan latar belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan
sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk
menerima tantangan peran menjadi orang tua.
o
Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi
orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi
orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
o
Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah
dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran
orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
o
Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya
komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan
energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan
dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.
o
Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi
pranatal, intranatal, atau pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau
adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
o
Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai
indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak
seperti bayi yang diharapkan.
o
Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada
pertama kali ; selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
o
Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan
berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah
perasaan putus asa.
o
Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi
terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara
klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan
koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan
psikoterapi yang lama.
4) Risiko tidak efektif koping individual berhubungan
dengan krisis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan
individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai
kebuuhan.
Intervensi Keperawatan :
o
Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan
persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan
peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap
kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.
o
Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman
kelahiran.
Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas
realitas dari pengalaman fantasi.
o
Kaji terhadap gejala depresi yang fana (" perasaan sedih "
pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya ; ansietas,
menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat).
Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi sementara atau
perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
o
Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem
pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang.
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
o
Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien
mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.
Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi
harus dipelajari.
o
Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu –
raguan tentang kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara
realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
o
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi
orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat
berkunjung.
Rasional : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan
mempunyai gejala – gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan
evaluasi lanjut.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal
dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan
dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa
sejahtera dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
o
Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini
terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
o
Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan
menurunkan rangsang.
o
Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setdlah kembali
ke rumah.
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi
lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
o
Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI,
dan penurunan refleks secara psikologis.
o
Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota
keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak
dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.
6) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan
perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan
menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan.
Intervensi Keperawatan :
o
Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan,
dan tingkat kelelahan klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk
melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan
bayi.
o
Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila
penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
o
Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan
higiene, perubahan fisiologis.
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan
penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan
emosional.
o
Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan
metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum
kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6.
7) Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga
berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
o
Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah
sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap
perkembangan.
o
Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga
membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru
lahir setelah pulang.
o
Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan
dengan periode pascapartum.
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang
mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
o
Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk
anak-anak (sibling) tetang bayi baru.
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan
kemungkinan penggantian atau penolakan.
o
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum
di komunitas.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan
perkembangan anak.
11. Implementasi
Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat
mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana
perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi
tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien
terhadap asuhan keperawatan.
12. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam
mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu
dan bayi akan dipertahankan. Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang
efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang
sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika
kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat
mengatasi masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat
meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) Postpartum Blues
a. Postpartum blues yaitu suatu
perasaan bercampur aduk
b. Penyebab postpartum blues belum diketahui secara
pasti.
c. Penderita postpartum dapat dideteksi
melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang berupa pertanyaan tentang rasa
cemas
d. Asuhan keperawatan pada pasien postpartum blues pada
dasarnya harus holistik yaitu menyeluruh dari bio-psiko-sosio-spiritual dan
melibatkan orang tua si anak yaitu ayah dan ibu si anak
2) Perdarahan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari
500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih
dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr.
Rustam Mochtar, MPH, 1998).
3) Infeksi
Infeksi pascapartum (sepsis
puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran
genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak,
2004).
B. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan
mahasiswa STIKES Karya Husada dalam memberikan pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita
untuk memberikan health education dalam perawatan depresi postpartum blues,
perdarahan dan infeksi pada ibu postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
·
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas
edisi-4. Jakarta: EGC.
·
Cunningham, F.G. dkk.(2005). Obstetri Williams
(edisi 21). Jakarta: EGC
·
Yosep, Iyus.2009.Keperawatan Jiwa. Bandung :
Refika Aditama
·
Diposting oleh Agus Sutiono dalam Postpartum Blues. 2008. Tags: Konsep
Dasar dan Askep Postpartum Blues.
http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustaka-konsep-dasar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar