Sabtu, 22 September 2012

Askep Strabismus (mata juling)


MAKALAH ASKEP DEWASA

PADA PASIEN DENGAN STRABISMUS
( MATA JULING )




Disusun Oleh :
1.     Asmaul  Husna                       ( 2011.03.005 )
2.     Depi  Ratna Sari                     ( 2011.03.011 )
3.     Dio Hermawan                        ( 2011.03.016 )
4.     Haslin                                      ( 2011.03.028 )
5.     Ita Dwi Noviyanti                   ( 2011.03.032 )
6.     Puspita Dewi Dinas Ekasari   ( 2011.03.054 )
7.     Yoneken Fresalia Agil Surya  ( 2011.03.067 )







STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2012 - 2013







KATA PENGANTAR

            Pertama tama kami mengucapkan puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada kami sehingga makalah yang berisi “Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Strabismus” dengan tepat waktu yang telah ditentukan. Dalam kata pengantar ini kami selaku penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Vela Purnamasari S.Kep.Ns yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini. Disamping sebagai penugasan dalam asuhan keperawatan dewasa mata – telingan kami sebagai penulis juga ingin menyampaikan informasi yang ada dalam penyakit atau bias dikatakan gangguan mata khususnya pada klien “Strabismus” atau biasa orang sebut dengan mata juling. Dalam makalah ini banyak informasi mengenai salah satu gangguan mata tersebut dari mulai definisi , klasifikasi , juga penyebab terjadinya “strabismus” atau mata juling tersebut. Kami berharap dengan makalah ini pembaca dapat mengambil informasi yang akan digunakan kelak juga dapat menambah sedikit banyak pengetahuan tentang salah satu gangguan yang ada pada mata yaitu “ strabismus” atau mata juling.
            Demikian kata pengantar dari kami selaku penulis dalam makalah ini , kurang lebihnya kami ucapkan mohon maaf sebesar besarnya. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.



Penulis








DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................................         i
Kata Pengantar..................................................................................................................        ii
Daftar Isi...........................................................................................................................       iii
Pembahasan.......................................................................................................................        1
A.    Definisi dan Penjelasan Strabismus.............................................................................        1
B.     Etiologi........................................................................................................................        2
C.     Klasifikasi....................................................................................................................        3
D.    Patofisiologi................................................................................................................        6
E.     Manifestasi Klinik.......................................................................................................        7
F.      Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................................        8
G.    Penatalaksanaan..........................................................................................................        9
H.    Komplikasi..................................................................................................................      10
I.       Test Tambahan............................................................................................................      10
Kosep Asuhan Keperawatan.............................................................................................      12
A.    Pengkajian...................................................................................................................      12
B.     Diagnosa .....................................................................................................................      14
C.     Intervensi.....................................................................................................................      14
D.    Evaluasi.......................................................................................................................       15
PENUTUP........................................................................................................................        16
A.    Kesimpulan..................................................................................................................      16
B.     Saran ...........................................................................................................................      16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................        18













PEMBAHASAN
LAPORAN PENDAHULUAN STRABISMUS ( MATA JULING )

A.    Definisi dan Penjelasan Strabismus
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi  pada semua arah  dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas. Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR ANOMALIES”.
Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara normal diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal ototnya baik dan susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang dikirimkan oleh kedua mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan strabismus adalah bertujuan untuk mengembalikan penglihatan birokuler yang normal, hingga pengobatan terhadap strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk mencapai penglihatan binokuler tersebut diatas : dengan kata lain secara terhadap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria”  dan terakhir melatih penderita menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
Usaha memperbaiki visus dimulai pada umur yang sedini mungkin, semenjak saat terlihat bahwa si anak mempunyai keinginan melatih untuk menggunakan hanya satu matanya.
Apabila pada keadaan tersebut diatas mata yang baik ditutup atau diberi obat tetes atropin, maka si anak akan terpaksa memakai mata yang malas dan pada anak yang berumur dibawah 6 tahun, akan memperbaiki kemampuan penglihatannya . pengobatan di hentikan bila tercapai keadaan fiksasi yang bergantian antara mata kanan dan kiri.
Perbaikan posisi bola mata dilakukan pada umur dimana pemeriksaan mengenai otot-otot matanya sudah dapat dilakukan dengan lebih teliti, karena pemeriksaan tersebut memerlukan kerja sama yang baik antara si anak dengan dokternya.
Dasar daripada perbaikan posisi bola mata adalah melakukan pembedahan pada otot-otot mata dengan melemahkan otot yang bekerja terlalu kuat dan memperkuat otot yang bekerja terlalu lama. Perbaikan posisi bola mata ini dilakukan pad umur sekitar 4-5 tahun agar strabismus yang masih tidak terkoreksi oleh pembedahan masih bisa diperbaiki dengan pemberian latihan-latihan menggunakan kedua matanya
Pengobatan sukar dilakukan untuk membuat mata menjadi lurus kembali pada mata juling yang sudah ambliotia atau sudah terjadi korespondensi pada retina abnormal dimana telah terjadi  penglihatan tunggal pada mata yang juling tersebut.oleh sebab itu bila kita menemukan mata juling dengan korespondensi retina abnormal atau terdapat ambliopia, sebaiknya segera memberikan perawatan untuk mencegah keadaan menjadi menetap. Dalam keadaan ini perlu pengawasan yang baik pada anak bila terlihat juling.
Bila telah terjadi juling maka dilakukan:
·         Latihan
·         Kaca mata bila ada kelainan refraksi
·         Tindakan pembedahan pada otot yang mengakibatkan kedudukan bola mata tidak normal
Bila mata baru mengalami juling akan tejadi keluhan diplopia atau penglihatan ganda. Bila satu mata dengan esotropia atau juling kedalam maka bayangan pada  mata tersebut akan terletak disebalah nasal makula lutea sehingga benda tersebut seakan-akan terletak diluar atau jauh bersebelahan dengan benda yang dilihat dengan mata yang baik. Akibatnya, akan terjadi gangguan penglihatan bayangan kedua benda sekaligus secara tunggal. Kadang-kadang kedua bayangan ini sangat mengganggu penderita. Untuk menghindari hal ini mata yang tidak berfiksasi akan melakukan supresi. Bila hal ini terjadi bergantian maka mata terus-menerus akan terjadi skotoma supresi pada mata yang juling, maka mata ini akan mengalami ambliopia. Ambliopia akan mudah terjadi bila mata juling terdapat pada anak berusia dibawah 5 tahun.
Penyulit juling yang lain ialah rerjadinya korespondensi retina yang abnormal. Korespondensi retina abnormal terjadi bila kortek serebri sudah dapat menyesuaikan diri terhadap dua titik yang tidak sekoresponden menjadi

B.     Etiologi
1.      Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.



2.      Kelainan Anatomi
           Kelainan otot ekstraokuler
·         Over development
·         Under development
·         Kelainan letak insertio otot
3.      Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.
4.      Kelainan dari tulang-tulang orbita
·         Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
·         Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
·         Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
·         Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
·         Kelainan Sensoris
5.      Kelainan Inervasi
·         Gangguan proses transisi dan persepsi

C.    Klasifikasi
Menurut Arah Deviasi
Exotropia (Strabismus Divergen)
  • Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia
  • Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi exotropia yang konstan, bila tidak diberi pengobatan
  • Paling sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.
  • Pengobatan : tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini memerlukan tindakan operasi.



Esotropia
  • Non Paralytic (Comitant)
             Non Akomodatif Esotropia  Dibagi menjadi :
o    Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur 6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
  • Esotropia Didapat
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi. Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil daripada esotropia kongenital tetapi akan bertambah besar.
  • Esotropia Miopia
Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk memandang jauh, yang lambat laun akan untuk memandang dekat.
  • Tanda klinik :
o    Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada satu mata (anisometropia).
o    Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua mata.
o     Pengobatan :
§  Oklusi : tujuannya adalah menyamakan visus kedua mata yang ditutup ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat dikombinasikan dengan Orthoptica untuk mengembagkan fungsi binokuler
§  Operasi
  • Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
·         Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan menjadi jelas,    sehingga timbul esotropia.
·          Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina refraksi.



Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
  •  Esotropia akomodatif karena hiperophia
Hiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada bayi / usia yang lebih tua
  •  Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat. Kelainan refraksinya mungkin bukan hiperophia, meskipun sering ditemukan hiperophia sedang.
Karena penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya, sering terjadi amblypobia. Untuk amblypobia pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu.

Kombinasi Keduanya
  • Paralytic (Non-Comitant)
 Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral, biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen.
 Penyebabnya :
·          Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS (Central Nervous System), Trauma.
·         Bayi atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
D.    Pathofisiologi






















E.     Manifestasi Klinik ( Tanda & Gejala )
a.       Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
b.      Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal.
Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
c.       Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
d.      Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.
e.       Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata digerakkan kearah ini.
f.       Ocular torticollis (head tilting).Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
g.      .Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.
h.      Vertigo mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.


F.     Pemeriksaan Diagnostik
a.       E-chart / Snellen Chart
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun, sedangkan diatas umur 5 – 6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
b.      Untuk anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
1.    Objektif dengan optal moschope
2.    Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
3.    Dengan oklusi / menutup cat mata
c.       Menentukan anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
d.      Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5 tahun ditentukan secara subbjektif  seperti pada orang dewasa.
e.       Cover Test : menentukan adanya heterotropia
f.       Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
g.      Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea.
Cara :
1.        Penderita melihat lurus ke depan
2.        Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua mata pederita
3.        Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
4.        Prisma + cover  test
Mengubah arah optic garis pandang
h.      Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma.
i.        Pemeriksaan gerakan mata
·         Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini biasanya karena para usis otot atau karena kelainan mekanik anatomic.
·         Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan ditangkap oleh 2 fovea, kedua objek akan terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan kesan tunggal.

G.    Penatalaksanaan
a.       Orthoptic
1.      Oklusi
Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.
2.    Pleotic
3.    Obat-obatan
4.    Latihan dengan synoptophone
b.      Memanipulasi akomodasi
1.      Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2.      Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c.       Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
d.      Suntikan toksin botulin
e.       Operatif
1.    Recession : memindahkan insersio otot
2.    Resertion : memotong otot ekstraokuler



H.    Komplikasi
1.      Supresi
      Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat     adanya deviasinya.
2.      Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
3.      Anomalus Retinal Correspondens
Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
4.      Defect otot
Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata
5.      Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.

I.       Test Tambahan
Pemeriksaan Ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantara nya:
1.      Tes Hisch Berg
Caranya :
Penderita disuruh untuk melihat cahaya pada jarak 12 inci (30cm). perhatikan reflek cahaya terhadap pupil. Kalau letak nya di pinggir pupil, maka deviasinya 15 derajat, tapi kalau letaknya diantara pinggir pupil dan limbus maka deviasinya 30 derajat dan jika letak nya di limbus, maka derajat deviasinya 45 derajat.(catt : 1 derajat= 2 prisma diopter)
2.      Tes Krimsky
Caranya:
Penderita melihat kesumber cahaya yang jarak nya ditentukan. Perhatikan reflek cahaya pada mata yang berdeviasi. Kekuata prisma yang terbesar diletakkan di depan mata yang brdeviasi, sampai reflek cahaya yang terletak disentral kornea



3.      Tes Maddox Cross
Maddox Cross terdiri dari satu palang dengan tangan dari silang nya 1 m. pada jarak 1m dari Maddox cross, kedua mata penderita, musle light yang terletak ditengah-tengah Maddox cross dan ujung Maddox cross membentuk segitiga sama kaki dengan sudut dasarnya 45o
Suruh penderita melihat muscle light, kalau tidak ada strabismus, reflek cahaya terletak di tengah-tengah pupil, namu bila strabismus, letaknya eksentrik
4.      Tes Pemeriksaan Rotasi Monokuler
Caranya:
Diperiksa dengan salah satu mata ditutup, sedangkn mata yang lain mengikuti cahaya atau objek yang diarahkan kesemua arah. Kelemahan deduksi dapat diketahui yang disebabkan oleh kelemahan otot atau kelainan anatomis dari otot.
5.      Uncover Test
Caranya:
Pasien diminta melihat objek fiksasi. Mata kanan ditutup dan mata kiri tidak.
Lalu dibuka, segera perhatikan, bila bola mata bergerak, heterophoria diam,orhoporia, exophoria bergerak nasal.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN “STRABISMUS” ( MATA JULING )

A.    Pengkajian
1.      Pengkajian Ketajaman Penglihatan
 Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
 Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satuv mata ditutup.
 Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari barisv paling atas kebawah,dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
 Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari dari jarak 6 meter.
 Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter.
 Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan arah sinar.
 Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
 Penilaian :
 Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter.
 Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.
 Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka dikatakan sebagai satu per minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.

2.      Pengkajian Gerakan Mata
 Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tanganv pemeriksa, dan pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal di sebut esoforia.
 Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisiv sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah satu mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.
3.      Pengkajian Lapang Pandang,
pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien di minta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical, horizontal dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di kaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai dapat terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke depan.




Pemeriksaan Fisik Mata
1.      Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata
2.      Buku Mata, posisi dan distribusinya
3.      Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata.
4.      Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara  bersama.
5.      Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.

B.     Diagnosa
Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera
Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)
Kurang pengetahuan/informasi berhubungan dengan kondisi, prognosis dan pengobatan


C.    Intervensi
1.      DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/perubahan status organ indera
a.      Kaji derajat dan durasi gangguan visual
 Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
b.     Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
 Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat
c.      Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
 Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
d.     Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya
 Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan
2.      DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)
a.       Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
 Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
b.      Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya
 Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas
c.       Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
 Rasional: Mengurangi ansietas klien
3.      DX III: Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
a.       Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
b.      Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
c.       Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.

D.    Evaluasi
1.      Menyatakan penerimaan diri sehubungan dengan perubahan sensori
2.      Mampu memakai metode koping untuk menghilang ansietas
3.      Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobat



PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi  pada semua arah  dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas. Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR ANOMALIES”.
Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara normal diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal ototnya baik dan susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang dikirimkan oleh kedua mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan strabismus adalah bertujuan untuk mengembalikan penglihatan birokuler yang normal, hingga pengobatan terhadap strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk mencapai penglihatan binokuler tersebut diatas : dengan kata lain secara terhadap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria” dan terakhir melatih penderita menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
Dan banyak penyebab terjadinya strabismus “mata juling” antara lain yaitu factor keturunan yang biasanya kita ketahui “Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

B.     Saran
Banyak di Negara kita kasus dengan gangguan mata tersebut yaitu “strabismus” atau diketahui yaitu mata juling dan kita anggap suatu kecacatan padahal gangguan mata yang satu ini bisa kita normalkan kembali dengan cara operasi. Kita tidak harus malu dengan gangguan mata ini karena tidak mustahil kita bisa sembuh dari gangguan mata ini.
Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara normal diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal ototnya baik dan susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang dikirimkan oleh kedua mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan strabismus adalah bertujuan untuk mengembalikan penglihatan birokuler yang normal, hingga pengobatan terhadap strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk mencapai penglihatan binokuler tersebut diatas : dengan kata lain secara terhadap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria” dan terakhir melatih penderita menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Dokter Fakultas Unair.1984.Ilmu Penyakit Mata.Airlangga University:Surabaya
Ilyas,Sidarta.2005.Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Mata.Balai Penerbit FKUI :Jakarta





1 komentar:

  1. Harrah's Hotel and Casino - Mapyro
    Harrah's Casino is a hotel 평택 출장안마 and 광주광역 출장안마 casino located in 수원 출장안마 Harrahs Lake Tahoe in Stateline, Nevada. The casino features over 30000 김제 출장샵 slot machines 하남 출장안마 and over

    BalasHapus