MAKALAH
ASKEP DEWASA
PADA
PASIEN DENGAN STRABISMUS
(
MATA JULING )
Disusun Oleh :
1.
Asmaul Husna (
2011.03.005 )
2.
Depi
Ratna Sari ( 2011.03.011 )
3.
Dio
Hermawan (
2011.03.016 )
4.
Haslin
(
2011.03.028 )
5.
Ita
Dwi Noviyanti ( 2011.03.032
)
6.
Puspita
Dewi Dinas Ekasari ( 2011.03.054 )
7.
Yoneken
Fresalia Agil Surya ( 2011.03.067 )
STIKES
KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN
AJARAN 2012 - 2013
KATA
PENGANTAR
Pertama tama kami mengucapkan puji
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada kami sehingga
makalah yang berisi “Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Klien Strabismus” dengan tepat waktu yang telah ditentukan. Dalam kata
pengantar ini kami selaku penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Ibu Vela Purnamasari S.Kep.Ns yang telah membimbing kami dalam penulisan
makalah ini. Disamping sebagai penugasan dalam asuhan keperawatan dewasa mata –
telingan kami sebagai penulis juga ingin menyampaikan informasi yang ada dalam
penyakit atau bias dikatakan gangguan mata khususnya pada klien “Strabismus”
atau biasa orang sebut dengan mata juling. Dalam makalah ini banyak informasi
mengenai salah satu gangguan mata tersebut dari mulai definisi , klasifikasi ,
juga penyebab terjadinya “strabismus” atau mata juling tersebut. Kami berharap
dengan makalah ini pembaca dapat mengambil informasi yang akan digunakan kelak
juga dapat menambah sedikit banyak pengetahuan tentang salah satu gangguan yang
ada pada mata yaitu “ strabismus” atau mata juling.
Demikian kata pengantar dari kami
selaku penulis dalam makalah ini , kurang lebihnya kami ucapkan mohon maaf
sebesar besarnya. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul................................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................................... iii
Pembahasan....................................................................................................................... 1
A. Definisi
dan Penjelasan Strabismus............................................................................. 1
B. Etiologi........................................................................................................................ 2
C. Klasifikasi.................................................................................................................... 3
D. Patofisiologi................................................................................................................ 6
E. Manifestasi
Klinik....................................................................................................... 7
F. Pemeriksaan
Diagnostik.............................................................................................. 8
G. Penatalaksanaan.......................................................................................................... 9
H. Komplikasi.................................................................................................................. 10
I. Test
Tambahan............................................................................................................ 10
Kosep
Asuhan Keperawatan............................................................................................. 12
A. Pengkajian................................................................................................................... 12
B. Diagnosa
..................................................................................................................... 14
C. Intervensi..................................................................................................................... 14
D. Evaluasi....................................................................................................................... 15
PENUTUP........................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 16
B. Saran
........................................................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 18
PEMBAHASAN
LAPORAN
PENDAHULUAN STRABISMUS ( MATA JULING )
A. Definisi dan Penjelasan Strabismus
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi
bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja,
misalnya kelainan posisi untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas
saja, atau terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan.
Kata
strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang ilmu
penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan
oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas. Nama
lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR ANOMALIES”.
Telah
dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara normal diperlukan sarat bahwa
visus kedua mata adalah sama baiknya, faal ototnya baik dan susunan saraf pusat
cukup baik untuk mensitesa bayangan yang dikirimkan oleh kedua mata kita.
Pengobatan terhadap penderita dengan strabismus adalah bertujuan untuk
mengembalikan penglihatan birokuler yang normal, hingga pengobatan terhadap
strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk mencapai penglihatan binokuler
tersebut diatas : dengan kata lain secara terhadap memperbaiki visus kedua
matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai kedudukan
“orthophoria” dan terakhir melatih
penderita menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
Usaha
memperbaiki visus dimulai pada umur yang sedini mungkin, semenjak saat terlihat
bahwa si anak mempunyai keinginan melatih untuk menggunakan hanya satu matanya.
Apabila
pada keadaan tersebut diatas mata yang baik ditutup atau diberi obat tetes
atropin, maka si anak akan terpaksa memakai mata yang malas dan pada anak yang
berumur dibawah 6 tahun, akan memperbaiki kemampuan penglihatannya . pengobatan
di hentikan bila tercapai keadaan fiksasi yang bergantian antara mata kanan dan
kiri.
Perbaikan
posisi bola mata dilakukan pada umur dimana pemeriksaan mengenai otot-otot
matanya sudah dapat dilakukan dengan lebih teliti, karena pemeriksaan tersebut
memerlukan kerja sama yang baik antara si anak dengan dokternya.
Dasar
daripada perbaikan posisi bola mata adalah melakukan pembedahan pada otot-otot
mata dengan melemahkan otot yang bekerja terlalu kuat dan memperkuat otot yang
bekerja terlalu lama. Perbaikan posisi bola mata ini dilakukan pad umur sekitar
4-5 tahun agar strabismus yang masih tidak terkoreksi oleh pembedahan masih
bisa diperbaiki dengan pemberian latihan-latihan menggunakan kedua matanya
Pengobatan sukar dilakukan untuk membuat mata
menjadi lurus kembali pada mata juling yang sudah ambliotia atau sudah terjadi
korespondensi pada retina abnormal dimana telah terjadi penglihatan tunggal pada mata yang juling
tersebut.oleh sebab itu bila kita menemukan mata juling dengan korespondensi
retina abnormal atau terdapat ambliopia, sebaiknya segera memberikan perawatan
untuk mencegah keadaan menjadi menetap. Dalam keadaan ini perlu pengawasan yang
baik pada anak bila terlihat juling.
Bila
telah terjadi juling maka dilakukan:
·
Latihan
·
Kaca mata bila ada kelainan refraksi
·
Tindakan pembedahan pada otot yang
mengakibatkan kedudukan bola mata tidak normal
Bila mata baru mengalami juling akan tejadi keluhan
diplopia atau penglihatan ganda. Bila satu mata dengan esotropia atau juling
kedalam maka bayangan pada mata tersebut
akan terletak disebalah nasal makula lutea sehingga benda tersebut seakan-akan
terletak diluar atau jauh bersebelahan dengan benda yang dilihat dengan mata
yang baik. Akibatnya, akan terjadi gangguan penglihatan bayangan kedua benda
sekaligus secara tunggal. Kadang-kadang kedua bayangan ini sangat mengganggu
penderita. Untuk menghindari hal ini mata yang tidak berfiksasi akan melakukan
supresi. Bila hal ini terjadi bergantian maka mata terus-menerus akan terjadi
skotoma supresi pada mata yang juling, maka mata ini akan mengalami ambliopia.
Ambliopia akan mudah terjadi bila mata juling terdapat pada anak berusia
dibawah 5 tahun.
Penyulit juling yang lain ialah rerjadinya
korespondensi retina yang abnormal. Korespondensi retina abnormal terjadi bila
kortek serebri sudah dapat menyesuaikan diri terhadap dua titik yang tidak
sekoresponden menjadi
B. Etiologi
1. Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui
dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila orang tua yang menderita
strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus
dan operasi akan berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
·
Over
development
·
Under
development
·
Kelainan
letak insertio otot
3. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya
kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan penyimpangan
posisi bola mata.
4. Kelainan dari tulang-tulang orbita
·
Kelainan
pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal, sehingga
menimbulkan penyimpangan bola mata.
·
Kelainan
pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
·
Fovea
tidak dapat menangkap bayangan.
·
Kelainan
kwantitas stimulus pada otot bola mata.
·
Kelainan
Sensoris
5. Kelainan Inervasi
·
Gangguan
proses transisi dan persepsi
C. Klasifikasi
Menurut
Arah Deviasi
Exotropia (Strabismus Divergen)
- Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia
- Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi exotropia yang konstan, bila tidak diberi pengobatan
- Paling sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.
- Pengobatan : tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini memerlukan tindakan operasi.
Esotropia
- Non Paralytic (Comitant)
Non Akomodatif Esotropia Dibagi menjadi :
o Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai
kesepakatan agar memenuhi syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus
sebelum umur 6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
- Esotropia Didapat
Timbulnya
pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi. Sudut strabismusnya
mula-mula lebih kecil daripada esotropia kongenital tetapi akan bertambah
besar.
- Esotropia Miopia
Timbulnya
pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk memandang jauh, yang lambat laun
akan untuk memandang dekat.
- Tanda klinik :
o Pada yang monokuler : anomali
refraksinya sering lebih menyolok pada satu mata (anisometropia).
o Pada yang alternating : anomali
refraksinya hampir sama pada kedua mata.
o Pengobatan :
§ Oklusi : tujuannya adalah menyamakan
visus kedua mata yang ditutup ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat
dikombinasikan dengan Orthoptica untuk mengembagkan fungsi binokuler
§ Operasi
- Akomodatif Esotropia
Terjadi
bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi ada divergensi fusi
relatif yang kurang untuk mempertahankan mata supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang
terjadi :
·
Hiperophia
tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
·
Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai
kelaina refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul
pada satu penderita
- Esotropia akomodatif karena hiperophia
Hiperophia
ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada bayi /
usia yang lebih tua
- Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi
reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat. Kelainan refraksinya mungkin
bukan hiperophia, meskipun sering ditemukan hiperophia sedang.
Karena
penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila pengobatan
ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya, sering terjadi amblypobia. Untuk
amblypobia pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu.
Kombinasi Keduanya
- Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih
otot ekstra okuler yang paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu
otot rectus lateral, biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen.
Penyebabnya :
·
Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang
CNS (Central Nervous System), Trauma.
·
Bayi
atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
D. Pathofisiologi
a.
Gerak mata terbatas, pada daerah dimana
otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan
kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila penderita diminta supaya
matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa
menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya
ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
b.
Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
c. Mata melihat
lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak
esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
d. Parese m.rektus
lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata
sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup,
mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih
besar dari pada deviasi primer.
e. Diplopia :
terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata
digerakkan kearah ini.
f. Ocular
torticollis (head tilting).Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot
yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa
strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa
berkurang.
g. .Proyeksi yang salah. Mata yang
lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat
ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan
tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang
sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini
disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh,
untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
h.
Vertigo mual-mual, disebabkan oleh
diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat diredakan dengan
menutup mata yang sakit.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. E-chart /
Snellen Chart
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan
pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun, sedangkan diatas umur 5 – 6 tahun dapat
digunakan Snellen chart.
b. Untuk anak
dibawah 3 th dapat digunakan cara
1. Objektif dengan
optal moschope
2. Dengan observasi
perhatian anak dengan sekelilingnya
3. Dengan oklusi /
menutup cat mata
c. Menentukan
anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi setelah
antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
d. Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi
dapat ditentukan secara objectif dengan retinoskopi setelah atropinisasi dengan
atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5 tahun ditentukan secara subbjektif
seperti pada orang dewasa.
e. Cover Test :
menentukan adanya heterotropia
f. Cover
Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
g. Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter
pada permukaan kornea.
Cara :
1.
Penderita melihat lurus ke depan
2.
Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m
= 33 cm di depan setinggi kedua mata pederita
3.
Perhatika reflek cahaya dari permukaan
kornea penderita.
4.
Prisma + cover test
Mengubah arah optic garis pandang
h. Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling
dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma.
i.
Pemeriksaan gerakan mata
·
Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata
ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah
pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini
biasanya karena para usis otot atau karena kelainan mekanik anatomic.
·
Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap
mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif terlihat seperti
terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan ditangkap oleh 2
fovea, kedua objek
akan terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat
saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan
kesan tunggal.
G. Penatalaksanaan
a. Orthoptic
1. Oklusi
Mata yang sehat
ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop.oklusi sebagian juga
harus bisa dilakukan dengan membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup
dengan berbagai cara.
2. Pleotic
3. Obat-obatan
4. Latihan dengan
synoptophone
b. Memanipulasi
akomodasi
1. Lensa plus /
dengan miotik
Menurunkan
beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2. Lensa minus dan
tetes siklopegik
Merangsang
akomodasi pada anak-anak
c. Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan
ambliopia, dokter akan merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan
cara menutup mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti
petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan
yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
d. Suntikan toksin
botulin
e. Operatif
1. Recession :
memindahkan insersio otot
2. Resertion :
memotong otot ekstraokuler
H. Komplikasi
1. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk
menghindari diplopia yang timbul akibat adanya
deviasinya.
2. Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua
mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
3. Anomalus
Retinal Correspondens
Suatu keadaan dimana favea dari mata
yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata
yang berdeviasi.
4. Defect otot
Perubahan-perubahan sekunder dari
striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan
pergerakan normal mata
5. Adaptasi posisi
kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk
mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai
penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot
yang lumpuh.
I. Test
Tambahan
Pemeriksaan Ini dilakukan untuk
mengukur derajat strabismus. Diantara nya:
1. Tes Hisch Berg
Caranya
:
Penderita
disuruh untuk melihat cahaya pada jarak 12 inci (30cm). perhatikan reflek
cahaya terhadap pupil. Kalau letak nya di pinggir pupil, maka deviasinya 15
derajat, tapi kalau letaknya diantara pinggir pupil dan limbus maka deviasinya
30 derajat dan jika letak nya di limbus, maka derajat deviasinya 45
derajat.(catt : 1 derajat= 2 prisma diopter)
2. Tes Krimsky
Caranya:
Penderita
melihat kesumber cahaya yang jarak nya ditentukan. Perhatikan reflek cahaya
pada mata yang berdeviasi. Kekuata prisma yang terbesar diletakkan di depan
mata yang brdeviasi, sampai reflek cahaya yang terletak disentral kornea
3. Tes Maddox Cross
Maddox
Cross terdiri dari satu palang dengan tangan dari silang nya 1 m. pada jarak 1m
dari Maddox cross, kedua mata penderita, musle light yang terletak
ditengah-tengah Maddox cross dan ujung Maddox cross membentuk segitiga sama
kaki dengan sudut dasarnya 45o
Suruh
penderita melihat muscle light, kalau tidak ada strabismus, reflek cahaya
terletak di tengah-tengah pupil, namu bila strabismus, letaknya eksentrik
4. Tes Pemeriksaan Rotasi Monokuler
Caranya:
Diperiksa
dengan salah satu mata ditutup, sedangkn mata yang lain mengikuti cahaya atau
objek yang diarahkan kesemua arah. Kelemahan deduksi dapat diketahui yang
disebabkan oleh kelemahan otot atau kelainan anatomis dari otot.
5. Uncover Test
Caranya:
Pasien
diminta melihat objek fiksasi. Mata kanan ditutup dan mata kiri tidak.
Lalu
dibuka, segera perhatikan, bila bola mata bergerak, heterophoria
diam,orhoporia, exophoria bergerak nasal.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN “STRABISMUS” ( MATA
JULING )
A.
Pengkajian
1.
Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang
dengan kartu Snellen.
Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari
kartu Snellen dengan satuv mata ditutup.
Pasien diminta membaca huruf yang tertulis
pada kartu, mulai dari barisv paling atas kebawah,dan tentukan baris terakhir
yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
Bila pasien tidak dapat membaca baris paling
atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari dari jarak 6 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari
jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak
penguji dengan pasien 1 meter.
Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan
uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan arah sinar.
Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal
adanya sinar,maka dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
Penilaian :
Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti
pasien dapat membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris
yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30.
Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf
tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari pasien
hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pad jarak 3
meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat
orang normal pada jarak 60 meter.
Orang normal dapat melihat gerakan atau
lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.
Bila mata hanya mengenal adanya sinar
saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka dikatakan sebagai satu per
minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.
2.
Pengkajian Gerakan Mata
Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup
dengan karton atau tanganv pemeriksa, dan pasien di minta memfokuskan mata yang
tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan
tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan
nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke sisi
temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila
bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata
untuk bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia;
kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal di sebut esoforia.
Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke
lateral ke kedua sisiv sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu
oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal. Tiap
posisi cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot
ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan
ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal lirikan, pemeriksa
dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal
untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah satu
mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.
3.
Pengkajian Lapang Pandang,
pemeriksa
dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien di
minta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus
memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya
sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa
menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung pemeriksa dan
menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal
dan nasal. Jari pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam
bidang vertical, horizontal dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan
inferior di kaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik
perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat
ketika benda mulai dapat terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke
depan.
Pemeriksaan
Fisik Mata
1.
Kelopak Mata, harus terletak merata pada
permukaan mata
2.
Buku Mata, posisi dan distribusinya
3.
Sistem lakrimal, struktur dan fungsi
pembentukan dan drainase air mata.
4.
Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan
konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama.
5.
Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea
tampak halus dengan pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.
B.
Diagnosa
Gangguan
persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status
organ indera
Ansietas/ketakutan
berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan
pada mata)
Kurang
pengetahuan/informasi berhubungan dengan kondisi, prognosis dan pengobatan
C.
Intervensi
1.
DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/perubahan status organ indera
a.
Kaji derajat dan durasi gangguan visual
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat
tentang kondisi klien
b.
Orientasikan klien pada lingkungan yang
baru
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan,
kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat
c.
Dorong klien mengekspresikan perasaan
tentang gangguan penglihatan
Rasional: meningkatkan kepercayaan
klien-perawat dan penerimaan diri
d.
Lakukan tindakan untuk membantu klien
menangani gangguan penglihatannya
Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang
akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan
2.
DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan
dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)
a. Orientasikan
klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan
meningkatkan keamanan
b. Beritahu
klien tentang perjalanan penyakitnya
Rasional: Memberikan informasi kepada klien
tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas
c. Beritahu
klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
Rasional: Mengurangi ansietas klien
3.
DX III: Kurang pengetahuan/informasi
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
a. Kaji
informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional:
Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
b. Beritahu
klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
Rasional:
Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
c. Anjurkan
klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur,
menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
Rasional:
Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak
terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.
D.
Evaluasi
1.
Menyatakan penerimaan diri sehubungan
dengan perubahan sensori
2.
Mampu memakai metode koping untuk
menghilang ansietas
3.
Menyatakan pemahaman tentang kondisi,
prognosis dan pengobat
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi
bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja,
misalnya kelainan posisi untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas
saja, atau terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam
pengertian suatu cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan
penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih
persaratan tersebut tersebut di atas. Nama lain yang lebih tepat untuk
strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR ANOMALIES”.
Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara
normal diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal
ototnya baik dan susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang
dikirimkan oleh kedua mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan
strabismus adalah bertujuan untuk mengembalikan penglihatan birokuler yang
normal, hingga pengobatan terhadap strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk
mencapai penglihatan binokuler tersebut diatas : dengan kata lain secara
terhadap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua
mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria” dan terakhir melatih penderita
menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
Dan banyak penyebab terjadinya strabismus “mata
juling” antara lain yaitu factor keturunan yang biasanya kita ketahui “Genetik Pattern”nya belum diketahui
dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila orang tua yang menderita
strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus
dan operasi akan berhasil baik pula.
B.
Saran
Banyak di Negara kita kasus dengan gangguan mata
tersebut yaitu “strabismus” atau diketahui yaitu mata juling dan kita anggap
suatu kecacatan padahal gangguan mata yang satu ini bisa kita normalkan kembali
dengan cara operasi. Kita tidak harus malu dengan gangguan mata ini karena
tidak mustahil kita bisa sembuh dari gangguan mata ini.
Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara
normal diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal
ototnya baik dan susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang
dikirimkan oleh kedua mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan
strabismus adalah bertujuan untuk mengembalikan penglihatan birokuler yang
normal, hingga pengobatan terhadap strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk
mencapai penglihatan binokuler tersebut diatas : dengan kata lain secara
terhadap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua
mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria” dan terakhir melatih penderita
menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Dokter Fakultas Unair.1984.Ilmu Penyakit
Mata.Airlangga University:Surabaya
Ilyas,Sidarta.2005.Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Mata.Balai
Penerbit FKUI :Jakarta
http://argitauchiha.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html (diakses 14 September 2012 )
http://usfinit-engky.blogspot.com/2011/12/askep-strabismus ( diakses 14 september 2012)
Harrah's Hotel and Casino - Mapyro
BalasHapusHarrah's Casino is a hotel 평택 출장안마 and 광주광역 출장안마 casino located in 수원 출장안마 Harrahs Lake Tahoe in Stateline, Nevada. The casino features over 30000 김제 출장샵 slot machines 하남 출장안마 and over