LAPORAN
PENDAHULUAN
DAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )
DI
RUANG ANGGREK
RSUD
DR. ISKAK TULUNGAGUNG
OLEH :
HASLIN
2011.03.028
STIKES
KARYA HUSADA KEDIRI
PROGRAM
STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN
2013
LEMBAR
PENGESAHAN
LAPORAN
PENDAHULUAN
DAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )
DI
RUANG ANGGREK
RSUD
DR. ISKAK TULUNGAGUNG
MAHASISWA
(________________)
CLINICAL
INSTRUCTURE DOSEN
PEMBIMBING
(________________________) (______________________)
LAPORAN
PENDAHULUAN
PADA
PASIEN DENGAN
PENYAKIT
KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )
A. DEFINISI
Kolelitiasis
adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan
batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung
empedu. (Doenges, Marilynn, E)
Kolelitiasis
adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer,
Suzanne, C. 2001)
Kolelitiasis adalah pembentukan batu
empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau
lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein,
asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson, 2005).
B. ETIOLOGI
Batu-batu
(kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran,
disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu
dapat terjdi pada duktus koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas.
Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan
penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak
terjadi pada wanita. (Doenges,
Marilynn, E)
C.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna
urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2.
Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3.
Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4.
ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan Darah
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama
E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non bedah
a.
Penatalaksanaan pendukung dan diet
80%
dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan
infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan
adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b.
Farmakoterapi
Asam
ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk). Fungsinya untuk
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan tidak desaturasi
getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan
batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butil
eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan
non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk memegang
dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d.
Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering
digunakan atau dilakukan : kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus
sistikus diligasi.
b.
Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4
cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka
insisi kecil melalui dinding abdomen pada umbilikus.
d.
Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA
PASIEN DENGAN
PENYAKIT
KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )
I.
PENGKAJIAN
1. Pengkajian
·
Aktifitas/Istirahat
Gejala
: Kelemahan
Tanda
: Gelisah
·
Sirkulasi
Tanda : Takikardia,
berkeringat
·
Eliminasi
Gejala : Perubahan
warna urine dan feses
Tanda : Distensi
abdomen.
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.
·
Makanan / Cairan
Gejala :
Anoreksia,mual.
Tanda : adanya
penurunan berat badan.
·
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen
atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.Kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30
menit.
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku
biala kuadran kanan atas
·
Keamanan
Tanda : Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
·
Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala
: Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
Adanya
kehamilan / melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus,
diskrasias darah.
Pertimbangan
: DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana
pemulangan:
Memerlukan
dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.
II.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri Akut b/d
agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi,
faktor biologis
3.
Risiko infeksi
b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4.
Kurang
perawatan diri b/d kelemahan
5.
Kurang
Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi
informasi
III.
INTERVENSI
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
|
Setelah dilakukan Asuhan
keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
· Klien melaporkan nyeri
berkurang dg scala 2-3
· Ekspresi wajah tenang
· klien dapat istirahat dan
tidur
· v/s dbn
|
Manajemen
nyeri :
·
Kaji tingkat nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.
·
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidak nyamanan.
·
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
·
Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
·
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
·
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
·
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
·
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
·
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
·
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Administrasi
analgetik :.
·
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
·
Cek riwayat alergi..
·
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
·
Monitor TV
·
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
·
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
|
2
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
·
BB stabil,
·
nilai laboratorium terkait normal,
·
tingkat energi adekuat,
·
masukan nutrisi adekuat
|
Manajemen
Nutrisi
·
Kaji adanya alergi makanan.
·
Kaji makanan yang disukai oleh
klien.
·
Kolaborasi team gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
·
Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
·
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
·
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
·
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
Monitor
Nutrisi
·
Monitor BB jika memungkinkan
·
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien makan.
·
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
·
Monitor adanya mual muntah.
·
Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
·
Monitor intake nutrisi dan kalori.
·
Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.
|
3
|
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh
menurun, prosedur invasive.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:
·
Tdk ada tanda-tanda infeksi
·
AL normal
·
V/S dbn
|
Konrol
infeksi :
·
Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.
·
Batasi pengunjung bila perlu.
·
Intruksikan kepada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.
·
Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
·
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
·
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
·
Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
·
Lakukan dresing infus dan dan
kateter setiap hari Sesuai indikasi
·
Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan
·
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi
terhadap infeksi
·
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
·
Monitor hitung granulosit dan WBC.
·
Monitor kerentanan terhadap
infeksi..
·
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
·
Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas.
·
Ambil kultur, dan laporkan bila
hasil positip jika perlu
·
Dorong istirahat yang cukup.
·
Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
·
Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
·
Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
·
Laporkan kecurigaan infeksi.
|
4
|
Sindrom defisit self care b.d kelemahan
|
Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi
dg KH:
·
Klien bersih,
tidak bau
·
Kebutuhan
sehari-hari terpenuhi
|
Self Care Assistence
·
Bantu ADL
klien selagi klien belum mampu mandiri
·
Pahami semua
kebutuhan ADL klien
·
Pahami
bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL
·
Libatkan
klien dalam pemenuhan ADLnya
·
Libatkan
orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan
·
Gunakan
sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care
·
Ajari klien
untuk melakukan self care secara bertahap
·
Ajarkan
penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan
supervisi agar keamnanannya terjamin)
·
Evaluasi
kemampuan klien untuk melakukan self care di RS
·
Beri
reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care
|
5
|
Kurang pengetahuan keluarga
berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
|
Setelah dilakukan askep … jam
pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
·
Keluarga menjelaskan
tentang penyakit, perlunya pengobatan
dan memahami perawatan
·
Keluarga kooperativedan mau
kerjasama saat dilakukan tindakan
|
Mengajarkan
proses penyakit
·
Kaji pengetahuan keluarga tentang
proses penyakit
·
Jelaskan tentang patofisiologi
penyakit dan tanda gejala penyakit
·
Beri gambaran tentaang tanda
gejala penyakit kalau memungkinkan
·
Identifikasi penyebab penyakit
·
Berikan informasi pada keluarga
tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.
·
Diskusikan tentang pilihan therapy
pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.
·
Berikan dukungan pada keluarga
untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.
·
Jelaskan pada keluarga tentang
persiapan / tindakan yang akan dilakukan
|
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih
bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol.
1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi
4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta
Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
@Ace Maxs sama sama
BalasHapusTerimakasih sudah mampir gan... :))